Remaja Lebih Jujur ke Jejaring Sosial daripada ke Orang Tua


1333591210553648249
Ilustrasi


Jejaring sosial. Siapa yang tak mengenal istilah ini. Dari anak-anak sampai orang tua kebanyakan pasti sudah ikut terjaring di dalamnya. Termasuk saya sendiri juga aktif. Facebook, dan twitter (micoblogging) adalah beberapa situs jejaring sosial yang sangat populer digunakan saat ini.

Tidak bisa dipungkiri lagi, bergumul dengan jejaring sosial adalah hal yang sangat menyenangkan. Ada setumpuk manfaat bisa kita dapatkan. Hanya berbekal sebuah akun, masyarakat pengguna situs jejaring sosial dapat menerima dan bertukar informasi dengan siapapun dari seluruh penjuru dunia.

Dari jejaring sosial ini juga orang tua bisa memantau kegiatan anak-anaknya. Bukan tidak mungkin jika seorang anak yang terlihat biasa-biasa saja ternyata sedang memendam satu permasalahan. Dan mereka ini cenderung lari ke jejaring sosial-nya untuk bercurhat-ria. Bukan ke orang tua mereka.

Seperti apa yang terjadi dengan kakak dan keponakan saya tempo hari lalu. Beberapa hari yang lalu kakak perempuan saya curhat tentang putri sulungnya. Dia bilang akhir-akhir ini komunikasinya dengan anak sulungnya bisa dibilang sedang bermasalah. Si sulung, sebut saja Arin (berusia 17 tahun) lebih suka menyendiri di kamar. Pulang sekolah dia melongok ibunya sebentar di toko buat sekedar cium tangan terus langsung masuk ke kamar. Nggak ada acara ngobrol, curhat-curhat sama ibunya. Padahal sebelumnya Arin selalu lengket sama ibunya. Kalau ada masalah di kelas, dia selalu cerita. Baik itu tentang pelajaran sekolah, teman-temannya, atau guru-gurunya. Cerita-cerita gokil juga sering terlontar dari bibir Arin. Pokoknya Arin ini adalah pribadi yang ceria.

Melihat gelagat anaknya yang tiba-tiba berubah 180 derajat itu terang saja membuat kakak khawatir. Dia sudah mencoba berulang kali untuk mendekati Arin. Mengajaknya bicara, tapi Arin tidak memberikan respon. Setiap kali kakak saya bertanya, apa ada masalah di sekolah? Arin hanya menggelengkan kepalanya.

Mendengar penuturannya, saya langsung menghubungi Arin lewat handphonenya. Tidak berhasil. Nomernya tidak aktif. Sebagai alternatif lain saya lalu membuka facebook dan segera meluncur ke wall-nya Arin. Sejenak saya amati aktifitasnya. Dari ungkapan-ungkapan yang tertera pada beberapa statusnya saya bisa menangkap kalau Arin sedang bermasalah. Apalagi kalau bukan soal “cinta”. Namanya juga remaja. Dimana masa-masa itu seorang anak sedang mengalami masa transisi. Lagi seneng coba-coba. Yah lumrahlah kalau sekarang ini Arin juga pada taraf itu. Secara saya dulu juga pernah mengalaminya.

Ada beberapa kalimat yang menyinggung tentang kekecewaannya terhadap ibunya. Seperti “Ahk ibu payah! Gag boleh ngeliat anaknya seneng dikit..” Ada juga ungkapan seperti ini; “Capek backstreet mulu. Kapan ya aku bisa seperti mereka. Pacaran gag pake ngumpet-ngumpet.”

Owh ini toh gerangan yang telah membuat hubungan antara ibu dan anak ini menjadi renggang. Hemm.. Nampaknya ada “sesuatu” yang musti dibenahin nih! Kakak saya memang pernah menyampaikan kekhawatirannya tentang putri sulungnya itu. Dia tidak mau Arin mengenal cinta sebelum dia merampungkan sekolahnya. Dia takut konsentrasi belajar Arin akan terpecah nantinya.

Fakta yang saya dapatkan dari fb langsung saya ceritakan ke dia. Saya sempet nanya, apa kakak tahu Arin punya pacar? Dia bilang enggak tahu. Tapi tiba-tiba dia teringat akan sesuatu. Ceritanya kira-kira 3 bulan yang lalu, Arin mengajukan proposal. Kok pake acara ngajuin proposal sih? Emang proposal apaan? Hehhehe..Ceritanya si Arin minta di-ijinin buat pacaran. Tapi si Ibu menolak mentah-mentah proposal Arin. Ibunya bilang Arin tidak dibolehkan berpacaran sampai dia lulus sekolah. Kakak saya memang sangat strict soal yang satu ini. Maklumlah pergaulan anak sekolah sekarang sukar di awasi.

Nampaknya Arin sangat kecewa dengan ditolaknya proposal itu. Jadilah dia memilih diam dan lebih banyak curhat ke fb. Mungkin dia menemukan kenyamanan di sana.

Sebagai solusinya saya menyarankan kakak untuk memiliki sebuah akun fb agar selalu bisa memantau aktifitas Arin. Sebab bukan tidak mungkin anak akan lebih jujur ke fb daripada ke orang tuanya. Apalagi untuk urusan “percintaan”. Masih teringat celotehan beberapa keponakan saya yang kesemuanya berusia belasan tahun di sebuah percakapan melalui Yahoo Messenger. Secara terang-terangan mereka mengakui kalau orang tua meraka tidak ada yang tahu tentang “sisi lain” yang mereka miliki ini. Saya memang lumayan dekat dengan mereka. Bahkan mereka juga memberi kepercayaan penuh kepada saya untuk menyimpan rahasia mereka. “Ingat! Ini hanya boleh diketahui kita, tante, dan facebook! Pokoknya bapak sama ibu nggak boleh tahu. Kalau sampai mereka tahu bahaya deeh! Bisa tamat riwayat kita!” Hihiii.. Saya cuma mengangguk setuju saja. Soalnya saya juga percaya banget kalau mereka nggak akan berbuat macam-macam. Pacaran boleh. Cuma ya yang wajar-wajar aja. Sekolah harus tetep dinomorsatukan! Sip! Mereka setuju.

Kita kembali ke permasalahan Arin dan Ibunya ya. Singkat cerita akhirnya sayapun membuatkan akun fb buat kakak. Pake nama samaran tentunya. Dan strategi selanjutnya ya request ke fb-nya Arin. Sukses! Pertemanan di terima. Dan mulailah kakak saya menelusuri semua kegiatan putri sulungnya itu selama berinteraksi di dunia maya. Antara terharu dan merasa bersalah kakak saya akhirnya bisa mengerti kegelisahan anaknya. Bisa memahami keadaan Arin yang akhir-akhir ini suka mengurung diri di kamar.

Setelah mengajak Arin berbicara dari hati ke hati akhirnya kakak bisa kembali “rukun” dengan keponakan saya itu. Tentang penelusurannya di fb Arin juga diakuinya. Jadi nggak ada rahasia sama sekali. Pertama Arin sempat kaget dan malu. Tapi setelah dijelaskan alasan apa yang melatarbelakanginya dia jadi mengerti. Jadilah mereka membuat deal-deal. Kakak saya mengijinkan Arin menjalin kasih tapi dengan syarat tertentu. Arin harus mengenalkan “kekasih-nya” ke ayah dan ibu. Selain itu nggak ada acara keluyuran malam-malam nggak jelas dengan doi tercinta.

Kakak saya meski berat hati harus mengakui kalau masa remaja anak-anak tak bisa luput dari hal yang satu ini. Yakni ketertarikan kepada lawan jenis. Huhh.. aneh! Kemana aja selama ini? Kenapa baru nyadar sekarang Mbaaaaaak? :D

Menengok cerita ini, saya jadi yakin akan pentingnya sebuah akun jejaring sosial untuk dimiliki para orang tua. Yakin deh para remaja itu jujur banget dengan apa yang mereka tuliskan di sana. So, buat para ibu yang sekarang memiliki putra dan putri remaja hendaknya sering-sering memantau aktifitas mereka di jejaring sosial. Niscaya dengan komunikasi yang terjalin akan lebih mudah. Dan tentu saja bisa “mengenali” mereka lebih jauh lagi.
Terima kasih telah membaca artikel tentang Remaja Lebih Jujur ke Jejaring Sosial daripada ke Orang Tua di blog Indo Elektronika jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :