Mengapa Islam Memerintahkan Koruptor Dihukum Mati?

Negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, dengan tanahnya yang subur, di dalamnya justru banyak sekali penduduknya yang mengalami kemiskinan. Sedangkan pada sisi yang lain, terdapat segelintir kalangan yang sangat kaya. Fenomena yang sangat mengerikan, antara si kaya dengan si miskin di Indonesia jaraknya sangat jauh.

Potret realitas yang demikian, dapat terlihat setidaknya di Ibu Kota. Di Jakarta kalangan elit hidup mewah. Begitu gampang menghambur-hamburkan hartanya untuk memenuhi kebutuhan tertiernya sampai kebutuhan yang di luar batas seperti narkoba dan miras. Adapun kalangan miskin yang jumlahnya berlipat-lipat dari kalangan kaya, di Jakarta, mereka banyak sekali yang tak mampu memenuhi kebutuhan primernya seperti pendidikan, pakaian yang layak, makanan yang layak, sampai tempat berteduh. Suatu kenyataan yang membuat mata menangis, terlebih umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini. Sehingga wajar, bila ada kalangan yang menuntut umat Islam untuk bertanggung jawab atas semua ini?

Kalangan elit negeri ini selain banyak yang menampakkan egoismenya, juga sangat banyak yang melakukan tindakan keji dengan merampok hak-hak kalangan miskin. Korupsi, merupakan di antara tindakan bejat oleh banyak kalangan elit Indonesia. Korupsi di negara ini semakin hari semakin meningkat dengan sifatnya yang kompleks. Di masa orde baru, korupsi cenderung sentralistik, ironisnya di masa reformasi justru semakin menjamur. Korupsi seakan telah menggurita dan melembaga. Saat ini korupsi bukan saja dilakukan oleh lembaga eksekutif tetapi juga banyak dilakukan oleh lembaga legislatif baik dari pusat ataupun sampai bawah.

Korupsi Menurut Islam

Fenomena korupsi yang ada di Indonesia bila diliat melalui Islam secara tekstual belum ditemukan padanannya yang sama persis. Sehingga banyak ulama Indonesia yang terjebak dengan pendapat ulama-ulama dahulu yang secara konteks tidak sama. Meski demikian, saat ini ulama yang mengkaji perihal korupsi secara komprehensif pun mulai bermunculan. Korupsi secara teks tidak ada padanannya di dalam fikih Islam, dikarenakan adanya konsep kekuasaan yang berbeda antara masa sekarang dengan masa lalu. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh sejarawan Onghokham, bahwa konsepsi perihal korupsi itu setelah ada pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi seorang pejabat dengan keuangan jabatannya. Model pemisahan ini tidak ada di dalam konsep kekuasan tradisional, melainkan setelah terwujud sistem politik modern.

Meskipun perihal korupsi ini di dalam Islam tidak ada padanan katanya, namun unsur-unsur yang ada di dalam korupsi secara jelas dan tegas telah dipaparkan di dalam Islam. Istilah yang biasa dipakai untuk menyebut perbuatan korupsi popular dengan istilahghulul, juga ada yang mengatakan sebagai tindakan ikhtilas, akhdul amwal, dan ada pula yang memasukkan rishwah, hadiah (gratifikasi), khianat, sariqah, dan lainnya.

Ghulûl merupakan mengambil sesuatu secara sirr (sembunyi) oleh aparat atau pejabat dan disimpan atau digunakan untuk kepentingannnya sendiri atau kelompoknya saja. Dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Adi bin Amirah al-Kindi, dikatakan perihal ghulul, “Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulûl (harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat.” (HR. Muslim).

Kemudian ada yang menggunakan istilah ikhtilas dalam menyebut tindakan korupsi, karena menilik perilaku ikhtilas merupakan perbuatan mencopet atau merampas harta orang lain. Sedangkan pengistilahan akhdul amwal bil bathil, ini menilik di Alquran seperti di dalam QS. Albaqarah: 188 dan QS. Annisa: 29. Perihal larangan memakan harta orang lain dengan cara batil, di dalam QS. Almaidah: 33, dalam tatanan bahasanya lebih didahulukan dari kata membunuh.

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akherat mereka beroleh siksaan yang besar ,” Qs. Almaidah: 33.

Adapun rishwah secara bahasa lebih identik dengan suap daripada korupsi. Melihat Umar bin Khaththab, rishwah dipahami sesuatu yang diberikan kepada orang yang memiliki kekuasaan seperti jabatan agar ia memenuhi keinginan pemberi yang tidak benar. Sehingga pemberi ataupun penerima rishwah di dalam Islam dilarang. Abu Hurairah ra. Berkata: “Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam hukum.” (HR. Turmuzi)

Sedangkan hadiah pada dasarnya diperbolehkan hingga dianjurkan semisal hibah. Hanya saja apabila di dalam memberikan hadiah ada suatu kepentingan tertentu. Semisal kepada salah seorang yang mempunyai kekuasaan atau jabatan, sehinggahadiah tersebut (gratifikasi) terlarang. Rasullah melarang gratifikasi atau uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan, dikatakan, “Hadiah bagi para pekerja (di luar hak yang telah ditetapkan) adalah ghulul (korupsi).” (HR. Ahmad)

Korupsi juga dikata khianat. Khianat merupakan pengingkaran atas janji atau amanat yang dipercayakan kepadanya. Khianat dalam konteks korupsi adalah pengkhianatan terhadap amanat dan sumpah jabatan. Di dalam QS. Al-Anfal ayat 27, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.“

Sariqah dikatakan mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi atau mencuri. Semisal tindakan mencuri harta kekayaan negara atau korporasi. Pencurian uang negara biasanya dilakukan secara sistematis dengan merekayasa kebijakan atau mempermainkan anggaran dengan manipulasi dalam berbagai macam bentuknya. Tindakan-tidakan tersebut terkadang dilakukan secara individu, kolektif, ataukah intitusi.

Melalui pengertian yang lazim dipakai di dalam kalangan umat Islam dalam melihat korupsi, maka menilik korupupsi di Indonesia istilah-istilah di atas tergolong bagiannya atau unsur yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, secara tegas Ibnu Hajar al-Haytami mengatakan bahwa korupsi itu termasuk dosa besar (min al-kaba’ir). Perihal korupsi, maka dalam penanganannya masuk jarimah. Jarimah dalam definisi Abdul Qadir Audah dikatakan,

“Sesungguhnya (Jarimah) itu adalah segala larangan yang dilarang oleh Allah dan diancam dengan pidana, baik berupa “Had” maupun “Ta’zir”. Sedang yang dimaksudkan dengan larangan (mahzurat) adalah melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan (tidak melakukan) perbuatan yang diperlukan”.

Audah sendiri mengklasifikasikan jarimah menjadi dua, Jaraimul Hudud dan Jaraaimul Qishash. Jaraimul Hudud merupakan perilaku pidana yang secara syar’I telah ditetapkan oleh Allah seperti zina, menuduh orang lain melakukan zina, mencuri, meminuman khamr, merampok, keluar dari Islam. Sedangkan Jariaamul Qishash adalah suatu perbuatan pidana yang dalam eksekusinya dengan cara qishash atau diyat. Perbuatan yang dituntut qishash diantaranya membunuh secara sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan sebab lalai, penganiayaan secara, penganiayaan sebab lalai.

Selain dua perbuatan pidana seperti yang tersebut di atas, juga ada Jaraimut Ta’zir.Jaraimut Ta’zir merupakan tindak pidana yang hukumannya diserahkan kepada pemegang amanah kekuasaan (pemerintah), sehingga tidak ditentukan oleh Allah.

Hukuman Mati Koruptor di Islam

Melihat kandungan yang diakibatkan oleh tindak korupsi, sehingga korupsi masuk kategori kejahatan luar biasa. Melalui korupsi misalnya, membuat kemiskinan semakin tak tersentuh. Terlebih korupsi yang dilakukan saat masyarakat banyak yang mengalami kemiskinan seperti di Indonesia.

Gambaran nyata, beberapa minggu yang lalu ada salah seorang ibu yang hampir mati mengenaskan karena sakit dan tidak memiliki tempat tinggal. Ibu tersebut hampir tak tertolong setelah pihak rumah sakit menolak untuk merawatnya dan pihak pemerintah sebelumnya juga tidak memberikan tempat tinggal. Pemerintah mengambil sikap setelah kemudian diketahui oleh salah satu stasiun TV swasta dan memberitakannya secara ekslusif. Pada sisi lain, pihak pemerintah justru asik diketahui banyak melakukan praktik korupsi.

Melalui fakta yang ada, maka menunjukkan bahwasanya korupsi di Indonesia bisa mengakibatkan kematian terhadap rakyat miskin, bisa membuat masyarakatnya kelaparan, sakit yang tak tertolong karena materi, kebodohan dan seterusnya. Menilik kondisi ini, maka perilaku korupsi di Indonesia apabila didekati melalui Islam pelakunya layak diberi hukuman mati.

Di dalam suatu kaidah hukum Islam dikatakan, “Hukuman orang kecil adalah kecil, dan hukuman orang besar adalah besar”. (Hukuman terhadap kejahatan besar, harus besar. Sedang kejahatan ringan, harus ringan pula).

Dikatakan juga dalam kaidah yang lain, “Manakala kemaslahatan publik menuntut untuk diperberat, maka hukuman diperberat; dan manakala kemaslahatan publik menuntut diperingan, maka hukuman diperingan”.

Hukuman mati kasus korupsi memang terkesan tidak manusiawi, tapi perilaku korupsi itu sendiri sangat-sangat tidak manusiawi. Dengan ungkapan lain, hukuman mati satu orang tidak dapat menggantikan akibat kejahatannya atas berjuta-juta orang. Dengan demikian, apabila hukuman mati bagi koruptor dianggap tidak manusiawi, maka lebih tidak manusiawi lagi jika tidak menghukum mati koruptor atas orang banyak? Tentunya juga, hasil korupsi musti dikembalikan kepada rakyat atau negara.

Sedikit menambahkan, menariknya di Indonesia banyak kalangan elit negeri yang secara gencar menolak hukuman mati dengan alasan tidak sesuai dengan hak azazi manusia. Sedangkan kemanusiaan yang lebih luas seperti kemiskinan yang kemudian mengakibatkan kematian, kebodohan, dan seterusnya yang diakibatkan oleh pelaku korupsi justru tidak mendapat porsi yang ideal. Ironis, mereka memilih membela HAM kecil daripada HAM besar. Shodaqallahuladzim. Wallahu a’lam bishowab…
Terima kasih telah membaca artikel tentang Mengapa Islam Memerintahkan Koruptor Dihukum Mati? di blog Indo Elektronika jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :